JEJAK WALISONGO DALAM KARYA SASTRA JAWA

walisongo2.jpg

By Sururi Arumbani

Salah satu cara menelusuri sejarah peradaban manusia adalah melalui tulis. Memang bukan satu-satunya cara untuk mencari jawab atau membuktikan atas dugaan tertentu dari spekulasi keberadaan masa lalu. Bangsa Mesir kuno dikenali dan digali peradabannya melalui tulisan-tulisan tentang mereka atau karya-karya dari para pelaku sejarah masa itu. Namun di sisi lain, juga perlu hati-hati bahwa karya tulis belum tentu menggambarkan sebuah kondisi yang sebenarnya dari suatu masa. Banyak karya tulis bangsa Yunani berkisah tentang Zeus. Semua itu belum tentu membuktikan bahwa Zeus itu ada. Satu hal yang pasti bahwa keyakinan orang Yunani atas Zeus itu pasti ada.

Demikian pula soal Walisongo. Apakah mereka fiktif atau nyata? Satu pihak mengajukan bukti adanya makam para wali tersebut. Pihak lain itu hanya kuburan “orang”. Belum tentu mereka itu adalah walisongo yang sebenarnya. Dengan kata lain, hanya bukti bisu. Kisah-kisah soal sepak terjang walisongo yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Jawa, bahkan luar Jawa bisa juga menjadi bukti bahwa sosok walisongo itu ada. Lagi-lagi bagi yang tidak percaya itu hanya mitos, seperti mitos Ratu Laut Kidul.

Saya mencoba untuk mencari jejak-jejak para walisongo tersebut melalui naskah-naskah yang sudah beredar di masyarakat. Beberapa naskah tersebut menyebut tentang walisongo (tokoh-tokohnya). Bahkan naskah yang berisi perlawanan terhadap walisongo. Artinya mereka yang tidak suka saja mengakui adanya. Berikut ini beberapa naskah yang sempat saya baca dan temukan nama-nama dari anggota walisongo yang sudah dikenal luas. Dalam naskah-naskah berikut ini tidak banyak bercerita soal kesaktian, atau hal supranatural yang cenderung dianggap tahayyul. Lebih banyak soal wawasan, ilmu, pengertian dan kisah orang.

1) Babad Cirebon
Dalam Babad Cirebon tersebut disebut-sebut Nama Sunan Jati (Sunan Gunung Jati) salah satu anggota walisongo. Demikian pula beberapa nama seperti Sunan Kali (Kalijaga), Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Giri, Syeh Maulana Maghribi, Syeh Maja Gung, Sultan Demak, dan lain-lainnya.
2) Babad Mangir
Dalam babad ini disebut Susunan Kadilangu (Sunan Kalijaga?). Babad ini bisa dikatakan babad baru (zaman Mataram)
3) Babad Tanah Jawi (Tulisan L. VAN RIJCKEVORSEL Directeur Normaalschool Muntilan Kabantu R.D.S. HADIWIDJANA Guru Kweekschool Muntilan Pangecapan J.B. Wolters U.M. Groningen – Den Haag – Weltervreden – 1925) menyebutkan bahwa Maulana Malik Ibrahim sudah masuk dan menyebarkan Islam di Jawa dan meninggal tahun 1419. Dalam babad itu pula disebut adanya Walisongo.
4) Babad Tanah Jawa versi Penambahan Senopati menyebut nama Sunan Adilangu (Sunan Kalijaga).
5) Dharmagandul. Banyak pihak menyebut serat ini merupakan bentuk perlawanan terhadap keberadaan kerjaan Demak (Islam), Namun serta ini pula menegaskan bahwa keberadaan dan peran para wali waktu itu penting. Nama Sunan Benang (Sunan Bonang) merupakan salah satu tokoh dalam serat/kitab tersebut.
6) Kidung Bonang. Sebuah kumpulan syiar tembang yang diyakini sebagai karya Sunan Bonang, berisi ajaran-ajaran agama Islam.
7) Kitab Primbon Bektijamal (Kitab Primbon Babon terdiri dari 10 buku), salah satunya adalah mengupas nasehat para walisongo, seperti Sunan Kalijaga, Sunan Gunung Jati dan lainnya.
cool Serat Kaki Wilaka yang berkisah tentang walisongo, dimana Sunan Kalijaga, Sunan Ampel dan Sunan Bonang dipandang sebagai guru yang senior, dalam keilmuwan.

Banyak naskah di atas memang tidak begitu jelas siapa penulisnya, kapan ditulis, dicetak. Namun naskah-naskah tersebut tidak banyak berbeda, seandainya anda menemui naskah dengan judul sama di beberapa tempat berbeda. Apakah hanya karena tidak jelas soal ini, sosok walisongo itu fiktif???

Mungkinkah naskah-naskah tersebut dibuat oleh satu orang? Atau sebuah rezim untuk menciptakan tokoh fiktif walisongo???? Bagaimana bisa mereka yang tidak suka dengan berdirinya demakpun mengakui peran walisongo? Naskah baik yang suka atau tidak suka pada Islam/Demak/Walisongo tetap mengakui keberadaannya. Jika walisongo itu fiktif, maka cerita atau naskah yang beredar tentunya seragam. Kalau toh berbeda, ya dikit-dikit lah.

Namun, lagi-lagi menjadi tugas kita semua untuk menggali lebih dalam soal sosok mereka. Kisah yang tersampaikan kepada kita rupanya belum cukup bagi kita untuk lebih mengenal para pendahulu kita dalam berdakwah.

Anda baru saja membaca artikel yang berkategori JEJAK WALISONGO DALAM KARYA SASTRA JAWA dengan judul JEJAK WALISONGO DALAM KARYA SASTRA JAWA. Jika kamu suka, jangan lupa like dan bagikan keteman-temanmu ya... By : Blog Mini Aswaja
Ditulis oleh: wahyuboez - Minggu, 27 Mei 2012